Bertemu Joko Tuo di Puncak Karimunjawa
Panorama Bukit Joko Tuo |
Tidak hanya samuderanya yang bisa diselami, puncaknya pun dapat dinikmati. Begitu menariknya Pulau Karimunjawa, salah satu pesona wisata di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.
Kabar buruk, rencana perjalanan saya hari kedua bersama teman-teman untuk wisata pulau di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah harus batal. Satu-satunya transportasi, Kapal Express Bahari, yang akan membawa pulang kami kembali ke Jepara memajukan jadwal pelayaran dari semula berangkat pukul 16.00 menjadi pukul 11.00 karena prediksi ombak akan tinggi di sore hari.
Tentu saja itu sebuah ujian, sebab bayangan bisa menikmati bahari dengan bermain air di tepi pantai pasir putih, turun ke laut, ber-snorkeling melihat ikan-ikan kecil dan terumbu karang harus kandas di hari terakhir acara plesir kami.
Untunglah, Tuhan masih bersama orang-orang yang malang tapi sabar. Dibalik kekecewaan itu, kami mendapat tawaran dari hotel tempat menginap untuk menikmati destinasi wisata darat di kepulauan seluas 120.000 hektar itu.
Untunglah, Tuhan masih bersama orang-orang yang malang tapi sabar. Dibalik kekecewaan itu, kami mendapat tawaran dari hotel tempat menginap untuk menikmati destinasi wisata darat di kepulauan seluas 120.000 hektar itu.
Welcome to Bukit Joko Tuo |
Ya, meskipun area daratan Kepulauan Karimunjawa hanya sekitar 1.500 hektar, tetapi ternyata ada potensi wisata yang dapat dinikmati sambil membunuh waktu menunggu kapal berlayar. Pengelola hotel Dseason Karimunjawa, Ferry dan satu stafnya, Saiful mengajak kami hiking dan trekking di Bukit Joko Tuo. Selintas dalam pikiran saya, ada apa dengan Joko Tuo dan apa istimewanya dari objek wisata ini? Saya pun langsung membayangkan ada lelaki lajang yang sudah tua bertapa di atas bukit itu *otak drama*
Saat saya bertanya pada Saiful, staf hotel yang juga penduduk asli Pulau Karimunjawa, dia hanya bilang, ‘’Ada kerangka ikan raksasa disana.’’ Akhirnya, setelah berkemas tanpa membuang waktu kami menuju ke lokasi. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Bukit Joko Tuo. Wisatawan dapat mencapainya dengan jalan kaki, bersepeda motor, atau naik mobil. Jarak dari penginapan kami, Dseason Hotel Karimunjawa hanya 500 meter, jika dari dermaga jaraknya sekitar 1 kilometer. Namun, jika titik awalnya dari Pasar Karimunjawa jarak menuju Bukit Joko Tuo sekitar 400 meter, sedangkan dari Alun-alun Karimunjawa 500 meter.
Saat saya bertanya pada Saiful, staf hotel yang juga penduduk asli Pulau Karimunjawa, dia hanya bilang, ‘’Ada kerangka ikan raksasa disana.’’ Akhirnya, setelah berkemas tanpa membuang waktu kami menuju ke lokasi. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di Bukit Joko Tuo. Wisatawan dapat mencapainya dengan jalan kaki, bersepeda motor, atau naik mobil. Jarak dari penginapan kami, Dseason Hotel Karimunjawa hanya 500 meter, jika dari dermaga jaraknya sekitar 1 kilometer. Namun, jika titik awalnya dari Pasar Karimunjawa jarak menuju Bukit Joko Tuo sekitar 400 meter, sedangkan dari Alun-alun Karimunjawa 500 meter.
Bukit Joko Tuo di Pulau Karimunjawa memang belum semoncer wisata bahari disana. Namanya masih asing dan kalah terkenal dengan pulau-pulau yang ada disana seperti, Pulau Menjangan, Pulau Tanjung Gelam, Pulau Cemara, atau Pulau Gosong yang menawarkan keindahan pantai pasir putih, terumbu karang, biota laut hingga panorama matahari terbenam. Belum banyak juga wisatawan yang datang kesana. Namun, bukit yang digarap oleh warga dengan membebaskan lahan yang juga milik warga setempat pada tahun 1991 itu telah digadang-gadang menjadi daya tarik baru objek wisata darat di pulau tersebut.
Sampai di lokasi, kami hanya melihat papan kayu sederhana bertuliskan ‘’Bukit Joko Tuo’’ dengan gambar panah ke arah atas sebagai petunjuk menuju obyek wisata. Untuk masuk, pengunjung cukup membayar retribusi sebesar Rp 10.000 di pos penjualan tiket yang bangunannya hanya terbuat dari papan kayu. Lalu setelah transaksi jual beli tiket selesai, portal dari potongan dahan pohon yang semula tertutup dibuka oleh penjaga obyek tersebut.
Mendaki mari kita mendaki... |
Untuk mencapai puncak Bukit Joko Tuo pengunjung harus mendaki sejauh 350 meter melewati jalan tanah bebatuan. Ada dua pos pemberhentian untuk istirahat sejenak sebelum sampai ke puncak tertinggi bukit tersebut. Dari pos tiket ke pos pertama, pengelola masih mengizinkan kendaraan mobil atau sepeda motor untuk naik kesana. Hanya saja medan jalan berkelok-kelok dengan tanah bebatuan itu cukup sempit, cuma bisa dilewati satu mobil. Saat menuju pos pertama kami menggunakan mobil, namun selama perjalanan kami cukup was-was sambil terus merapal doa. Ah, untungnya Pak Ferry, yang berada dibalik kemudi sangat lihai menaklukkan medan tersebut.
Sampai di pos pertama, setelah memarkir dan membuka pintu mobil, angin laut sepoi-sepoi langsung menerpa wajah. Suara angin dari gesekan daun-daun dan ranting pohon pun turut menyapa. Tak jauh dari tempat kami berpijak terdengar pula nyanyian lagu-lagu pop melayu yang didendangkan anak-anak muda desa setempat sambil bermain gitar di gasebo di dekat pos pertama tersebut. Serasa disambut dengan ramah dan membuat nyaman dan betah.
Saya pun langsung mengeluarkan kamera untuk mengabadikan pemandangan Kepulauan Karimunjawa dari atas Bukit Joko Tuo. Akan tetapi, Saiful, staf hotel yang mendampingi kami segera mengajak untuk mendaki lagi sambil bilang, ‘’Ayo naik lagi mas dan mbak, di atas pemandangannya lebih indah,’’ begitu tuturnya.
Kami pun bergegas mendaki ke puncak bukit di tengah terik matahari yang mulai naik dengan berjalan kaki. Peluh pun mulai mengucur, tapi tetap bersyukur karena medan menuju pos puncak Bukit Joko Tuo lebih baik daripada jalan sebelumnya. Pengelola obyek wisata telah membenahi bukit yang menanjak itu dengan membuat tangga, sehingga lebih nyaman untuk dilalui. Dalam perjalanan ke puncak kami pun berjumpa kerangka ikan raksasa yang menjadi ikon Bukit Joko Tuo.
Kerangka ikan ''Joko Tuo'' |
Tulang belulang ikan sepanjang 12 meter dengan lebar dua meter itu diberi peneduh dari asbes dan dibiarkan terbuka, sehingga siapapun yang kesana dapat melihat atau berfoto dengan situs tersebut.
Pemilik sekaligus pengelola Bukit Joko Tuo, Amin Ayudi menuturkan, masyarakat Karimunjawa yang mayoritas nelayan itu menamakan ikan tersebut Joko Tuo. Konon dulu ada legenda yang dipercaya oleh masyarakat bahwa ada ikan paus raksasa yang setia menanti kekasihnya di perairan Karimunjawa.
‘’Setelah lama menunggu, akhirnya datang juga ikan paus betina yang menghampiri ikan paus jantan (Joko Tuo) itu. Mereka pun hidup rukun hingga mati bersama di perairan ini. Setelah mati tulang belulang mereka disimpan dan diabadikan oleh warga. Pada tahun 1991, yang jantan kami bawa di bukit ini dan yang betina diminta oleh Pemerintah Kabupaten Jepara untuk disimpan di Museum Kartini,’’ tuturnya.
Kerangka ikan jantan |
Menurut dia, kerangka atau fosil ikan raksasa yang sudah membatu itu kini menjadi daya tarik baru pariwisata Karimunjawa di bukit yang diberi nama sama dengan ikan tersebut, yaitu Joko Tuo. ‘’Jadi wisatawan yang datang ke Karimunjawa tidak hanya bisa menikmati wisata bahari dari pulau ke pulau, tetapi juga dapat berwisata darat dan singgah ke Bukit Joko Tuo,’’ jelasnya.
Setelah mendengarkan cerita Pak Amin, saya baru sadar kalau ketinggalan untuk mencapai puncak bukit. Setelah 15 menit mendaki akhirnya saya sampai di puncak paling atas Bukit Joko Tuo.
Panorama desa dan pulau Karimunjawa |
Wow, memang indah dan menakjubkan pemandangan dari puncak Bukit Joko Tuo. Kami memang tidak bisa ber-snorkeling di laut, bermain dengan ikan, atau sekadar berjalan-jalan di tepi pantai. Akan tetapi, kami beruntung menemukan pesona Karimunjawa dari sisi lain melalui Bukit Joko Tuo. Sungguh damai di atas bukit itu karena secara langsung saya bisa mendengar suara burung, bahkan kalau beruntung pengunjung bisa bertemu kera dan biawak. Pengelola objek wisata, Pak Amin pun sempat menyampaikan bahwa matahari terbenam saat senja dari Bukit Joko Tuo juga tidak kalah indah dibandingkan dengan di tepi pantai. Bagaimana sama-sama menariknya bukan?
lukisan samudera Pulau Karimunjawa |
Seperti menatap lukisan samudera Kepulauan Karimunjawa. Semua terpampang nyata (seperti kata Mbak Syahrini), saya bisa melihat landscape pulau dan desa Karimunjawa, pulau-pulau kecil yang merengkuh kepulauan itu, hingga dermaga tempat kapal yang akan membawa saya kembali ke Jepara.
Disamping pemandangan, ada daya tarik lain di puncak bukit, yaitu Tasbih Raksasa yang terbuat dari batu. Tasbih seberat satu ton itu dibawa dari Bukit Donorojo Jepara yang konon tempat pertapaan Ratu Kalinyamat.
Disamping pemandangan, ada daya tarik lain di puncak bukit, yaitu Tasbih Raksasa yang terbuat dari batu. Tasbih seberat satu ton itu dibawa dari Bukit Donorojo Jepara yang konon tempat pertapaan Ratu Kalinyamat.
Tasbih Raksasa |
Sambil menikmati kekayaan bahari dari ketinggian tersebut, saya pun kembali mengucap syukur, karena bisa menjejakkan kaki di atas bukit itu. Perjalanan saya tidak jadi merugi hari itu. Tanpa membuang waktu, saya segera mengabadikan pemandangan disana dengan mata kamera dari setiap sudut bukit, dan tidak lupa pula untuk ber-selfie.
karena selfie bagian dari itinerary perjalanan! |
Sejenak saya melamun saat menatap lukisan pemandangan bahari dari puncak Bukit Joko Tuo. Tuhan memang Maha Adil karena memberikan pilihan-pilihan untuk menikmati kekayaan alam bahari milik-Nya. Ah, andai saja bisa menikmati senja dan matahari terbenam di bukit ini. Namun lamunan saya tiba-tiba buyar. Klakson Kapal Express Bahari sudah dibunyikan, tanda kapal akan segera berlayar. Kami pun bergegas kembali ke mobil dan merapat ke dermaga.
Satu kenangan dan pengalaman baru kembali terukir dalam hidup saya hari itu. Alam Karimunjawa memang luar biasa dan mengkayakan pesona wisata di Provinsi Jawa Tengah. Tidak hanya menawarkan pesona dasar laut, tetapi juga perbukitan yang memiliki keindahan dan keasrian. Apalagi, hidup saya juga semakin bermakna karena mendapat pelajaran tentang kesetiaan, kesabaran, ketabahan, ketulusan, kebersamaan, dan keharmonisan dari kerangka ikan paus di Bukit Joko Tuo.
bersama ikan Joko Tuo |
0 comments