Meneguk Kopi Tubruk Dalam Dekapan Delapan Gunung
Kopi Tubruk Mesastila |
MINUM kopi pada zaman sekarang bak ritual
kekinian jika bisa dilakukan di kafe ternama selama berjam-jam sambil nongkrong atau melaksanakan aktivitas
lain. Namun, penikmat kopi sejati akan berburu mencari tempat yang berbeda untuk
meneguk segelas minuman berkafein tersebut.
Salah satu
tempat yang menawarkan pengalaman berbeda untuk menikmati kopi, yaitu Mesastila
Resort and Coffee Plantation di Desa Grabag Losari Magelang Jawa Tengah. Tamu
tidak hanya bisa memesan kopi, tetapi mereka akan diajak berkeliling kebun kopi
untuk mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana menanam, meracik, hingga
menyajikan minuman yang digemari semua umat di dunia itu.
Seperti pengalaman
yang saya alami, Sabtu (19/12/2015). Hari tersebut adalah hari yang saya tunggu-tunggu untuk
bisa bergabung dalam pelatihan menulis perjalanan, Java Travel Journalism Class
(JTJC) 2015 yang diselenggarakan oleh situs perjalanan Phinemo dan Mesastila
Resort and Plantation Coffee.
Setelah berkumpul di pusat Kota Semarang kami
bersama rombongan menuju lokasi pelatihan di Mesastila dengan bus. Saat itu
cuaca di Semarang mendung disertai hujan ringan. Ketua Panitia JTJC 2015, Shabara
Wicaksono sebelum berangkat sudah berpesan kepada peserta bahwa kemungkinan
kegiatan berlangsung tidak sesuai rencana karena cuaca yang tidak mendukung. ‘’Ya,
mungkin nanti kita seharian akan di dalam ruangan untuk mengikuti materi
pelatihan saja, sedangkan kegiatan outdoor akan hilang,’’ begitu katanya.
Perjalanan
dari Semarang ke Magelang memakan waktu sekitar dua jam. Sepanjang perjalanan
cuaca memang mendung, tetapi ketika sampai ke lokasi semua berubah
membahagiakan, karena cuaca cerah dan sangat mungkin untuk melakukan aktivitas
di luar.
Lobi Resort yang dulu merupakan Stasiun Kereta Api Mayong, Jepara, Jawa Tengah |
Begitu tiba
di Mesastila, rombongan kami yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya, Malang, Bogor, Semarang, dan kota lainnya disambut hangat
oleh staf resort di lobi yang ternyata dulunya adalah Stasiun Kereta Api
Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Kemudian, kami pun di ajak ke The Club House, sebuah
bangunan kuno yang dibangun pada tahun 1928 oleh pemilik pertama kebun kopi, Gustav
Van der Swan, warga berkebangsaan Belanda. Sambil menyambut, beberapa staf
resort memberikan kami handuk basah dengan aroma yang harum dan segelas minuman
penyambut berwarna coklat yang terbuat dari jahe serta rempah-rempah alami.
The Club House |
Sambil
melihat suasana asri dan hijau dari sekitar, pandangan mata saya pun berhenti pada pemandangan
Gunung Andong, Merapi, dan Merbabu yang terpampang nyata meski warna langit masih bergurat kelabu. Lalu, dalam hati saya bertanya, dimana lokasi
untuk menikmati kopi khas MesaStila yang menurut cerita orang-orang berbeda
dengan kopi lainnya. Sebab, saya tidak melihat pondok atau kedai kopi di sekitar
The Club House.
Pemandangan tiga gunung di salah satu sudut Mesastila Resort and Plantation Coffee |
Ternyata,
kami harus menempuh sebuah perjalanan untuk bisa meneguk kopi MesaStila. Kami
pun diajak berkeliling kebun kopi yang luasnya mencapai 11 hektar terlebih
dahulu. Akan tetapi, perjalanan tidak terasa membosankan, karena sepanjang
perjalanan kita akan mendapatkan pemandangan dan pengalaman yang luar biasa.
Wisata Kebun Kopi |
Pak Yoyok menjelaskan tentang tanaman kopi |
Pada
perjalanan mengelilingi kebun yang tidak hanya ditanami kopi, tetapi ada juga
durian, pete, jengkol, jamur, dan sayuran organik itu, Staf Mesastila, Pak Yoyok
sebagai pendamping menjelaskan banyak hal tentang merawat dan memproses kopi.
Misalnya, mengapa tidak hanya kopi yang ditanam di area kebun. ‘’Tanaman kopi
membutuhkan pohon peneduh untuk menjaga kualitas dan kuantitasnya. Sebab, saat
biji kopi mulai masak dan menjelang panen sebaiknya jangan terpapar sinar
matahari,’’ tuturnya.
Pas ada yang panen Durian |
Ada empat
jenis kopi yang ditanam di kebun yang sudah ada sejak tahun 1920 tersebut,
antara lain excelsa, robusta, arabika, dan jawa. Kopi robusta dengan ciri khas rasa dan bau
yang kuat itu adalah kopi yang paling banyak ditanam. Kemudian, kopi excelsa
yang memiliki rasa paling pahit tetapi justru cocok bagi peminum yang memiliki
masalah pada lambung. Lalu, kopi arabika yang rasanya lebih lembut dan paling
banyak di ekspor ke negara lain.
Kanan kiri pohon kopi |
Perjalanan pun
terus berlanjut, sepanjang jalan Pak Yoyok pun masih bercerita tentang kopi.
Kadang kami pun diajak berhenti untuk ditunjukkan bahwa tanaman kopi di tempat
itu pun dirawat dengan cara alami dengan pupuk organik yang dibuat sendiri dari
kotoran kambing.
Pembibitan kopi |
Sampai
akhirnya kami berhenti dan diajak singgah di ‘’House of Coffee’’ yang berada di
tengah-tengah kebun kopi Mesastila. Pada lokasi tersebut dari kejauhan saya
mendengar ada suara gaduh. Semakin saya dekati ternyata di ‘’House of Coffee’’
itu menyatu dengan tempat biji kopi diproses dan diracik. Hasil biji kopi yang
dipetik dan dikeringkan, digoreng secara manual dengan tabung drum yang
berputar di atas bara api dari kayu bakar. Kemudian, setelah matang kopi
didiamkan selama 15-20 menit lalu digiling dengan alat yang diputar dengan
tangan. Kami pun dipersilakan mencicipi gorengan biji kopi yang bisa dinikmati langsung
atau disandingkan dengan gula merah.
Menggoreng kopi |
Gubuk ‘’House
of Coffee’’ tempat kami beristirahat dari wisata kebun kopi tersebut sangat
tradisional dan bersahaja, karena terbuat dari bambu dan kayu. Dalamnya ada
kursi dan meja kayu, dan ada meja serupa bar yang menyuguhkan hidangan seperti ketela,
jagung, kacang yang direbus. Ada juga, minuman jamu dan tentu saja kopi tubruk
yang panas hasil racikan.
Ngemil kopi |
Sambil menunggu
kopi pesanan saya diracik, lagi-lagi pemandangan dari ketinggian di tempat itu
benar-benar memanjakan mata. Setelah menerima secangkir kopi di gelas belimbing
dari pelayan resort yang berseragam baju kebaya tempo dulu dan berbalut kain
jarik dengan rambut dicepol itu, saya memilih untuk menambahkan gula merah dan mengaduknya
dengan sendok kayu tradisional.
Pemandangan di belakang House of Coffee |
Kemudian,
saya meneguk kopi tubruk yang masih panas itu secara perlahan sambil membau
aromanya. Alhasil, saya benar-benar percaya bahwa kopi hasil kebun Mesastila
memang benar-benar nendang. Saya yang bukan peminum kopi pun dapat menikmati
rasa yang istimewa dari secangkir minuman hasil kebun Mesastila yang didekap
oleh delapan gunung utama di Jawa Tengah seperti, Sindoro, Sumbing, Telomoyo,
Perahu, Andong, Ungaran, Merbabu, dan Merapi itu.
Selfie disini okeee banget!!! |
Kiranya hari
itu, saya mendapat satu lagi pengalaman perjalanan yang tak mungkin terlupakan,
seperti kopi tubruk Mesastila yang bentuknya sederhana tetapi rasanya sangat
istimewa.
Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya^^ |
*Tulisan ini mendapat penghargaan sebagai Juara I "Travel Writing Practicing Java Travel Journalism Class 2015'' yang diselenggarakan Phinemo.com
2 comments
liputannya menarik mbak... pantas menang :-D
BalasHapusmakasih Mba Aida, mari terus menulis^^
Hapus