Bersukaria Walking Tour, operator tur jalan kaki yang membawa para milenial menjadi penjelajah waktu dan belajar sejarah / foto : Anggun Puspita |
DULU satu hal yang dapat dilakukan untuk menembus masa lampau adalah
dengan mendengarkan dongeng. Nenek sering melakukan itu pada saya. Tepatnya
sebelum tidur siang atau malam sebagai ritual wajib yang tak pernah
terlewatkan. Melalui dongeng Nenek, imajinasi saya melambung tinggi memasuki
ruang dan waktu pada masa lalu. Cerita rakyat atau sejarah nusantara tertanam
di pikiran ketika secara lisan Nenek mendongeng untuk saya, dan pesan moral
juga dibisikkan ke telinga saya agar dapat diterapkan di kehidupan nyata.
Setelah puluhan tahun
berlalu dan waktu membawa generasi seusia saya ke era milenial seperti sekarang, ada cara menarik untuk kembali ke tempo dulu, yakni menjadi ‘penjelajah
waktu’ dalam wisata atau tur jalan kaki. Pengalaman ini menjadi konsep dan daya tarik baru
di dunia wisata untuk mencari hiburan, berolahraga, belajar sejarah, mengenal kearifan lokal dan tradisi masyarakat setempat, hingga berswafoto di tempat yang menarik untuk diunggah di media sosial.
Cepat Sekejap Melalui Gawai
Saya beberapa kali
turut dalam aktivitas tur jalan kaki yang dioperasionalkan Bersukaria Walking
Tour di Kota Semarang. Sabtu sore atau Minggu pagi adalah jadwal bagi kami peserta
tur jalan kaki yang mayoritas generasi milenial berubah menjadi penjelajah waktu. Namun, kami tidak membawa peta atau memasuki mesin waktu, tapi cukup mengenakan pakaian dan alas kaki yang nyaman, kamera dikalungkan atau membawa ponsel cerdas di tangan. Untuk bergabung dalam tur tersebut caranya sangat mudah,
apalagi bagi generasi Y tersebut. Mulai mendaftar, bertemu di titik kumpul,
hingga memberikan survei/timbal balik kepada Bersukaria setelah tur dapat
diselesaikan dengan cepat sekejap melalui gawai.
Ingin mendaftar jadi peserta tur jalan kaki? semua bisa diakses melalui gawai / foto : Anggun Puspita |
Pertama, kalian bisa
mengakses Bersukaria melalui media sosial Instagram dengan mencari akun
@bersukariawalk atau mengetik tagar #walkingtoursemarang seperti yang saya
lakukan dua tahun lalu saat pertama kali ikut tur jalan kaki ini. Setelah itu,
pada bagian profil Instagram Bersukaria cari tautan bit.ly/bersukariawalk. Dari tautan tersebut kalian akan diarahkan ke website, lalu
usap layar gawai ke atas hingga ketemu kanal 'Join Regular Tour' kemudian klik untuk
tahap berikutnya. Setelah itu silakan kalian memilih rute yang sudah mereka
jadwalkan. Ada 14 rute yang mereka miliki, namun dalam sebulan biasanya mereka
menawarkan 10 rute yang bisa kalian pilih dan ikuti. Sebut saja di antaranya,
rute Bodjong, Candi Baru, Pecinan, Jatingaleh, Kampung Kota, Kampung Kali,
Kauman, Mataram, Multikultural, Kota Lama, Simpang Lima, Raja Gula, dan
Spoorweg. Adapun pada rute-rute yang dibuat itu, sambil bercerita Bersukaria
akan mengajak kita jalan-jalan dengan jalan kaki menelusuri tempat atau lokasi yang memiliki sejarah, budaya,
tradisi dan melongok kehidupan warga lokal di Kota Semarang.
Kedua setelah memilih
rute, calon peserta diminta mengisi nama, nomor telepon, alamat email, asal
kota/negara, akun media sosial, dan menjawab alasan mengapa ingin ikut tur
jalan kaki. Jika proses tersebut sudah selesai, kita tinggal menunggu jadwal
tur tiba dan H-1 kita akan dikonfirmasi melalui aplikasi percakapan Whatsapp untuk kepastian keikutsertaan
dalam tur jalan kaki itu.
Dalam perjalanan di
setiap rute, kami selalu ditemani sekaligus dipandu oleh seorang pencerita yang
disebut storyteller. Minggu lalu saat
mengikuti rute Radja Goela, storyteller
yang memandu kami adalah Nadin Himaya. Perempuan berhijab dan berkacamata yang
sudah pernah saya temui saat tur jalan kaki rute Suka Jajan itu mengkonfirmasi
kehadiran kami malam sebelumnya melalui Whatsapp.
"Halo selamat malam, Saya Nadin dari
Bersukaria, Storyteller kamu besok pagi pada walking tour rute Radja Goela.
Besok kita bakal ketemu di Taman Indonesia
Kaya (ex taman KB) berkumpul di bawah tulisan Taman Indonesia Kaya di bagian
teater, pukul 08.00 WIB. Harap datang di jam yang tertera agar kita dapat mulai
tepat waktu ya kak.
Untuk yang membawa kendaraan pribadi bisa
dikondisikan parkir di area parkir sekitar Tri Lomba Juang atau Jl Menteri
Supeno.
Untuk yang menggunakan BRT dapat berhenti di
Halte Pandanaran dan berjalan sedikit ke arah titik kumpul.
Disarankan membawa banyak persediaan minum dan
outfit yang nyaman. Bawa topi, payung atau jas ujan juga boleh. Jangan lupa
bawa perlengkapan dokumentasi demi kemaslahatan pribadi. Karena besok kita
bakal hepi hepi. Jadi ga perlu bawa kenangan pahitmu abis ditinggal dia pas
lagi sayang sayangnya. Nda quaddd akutuh uwuwu
Mohon balas pesan ini dengan emot 😎 untuk
mengonfirmasi kedatanganmu besok yaa! Sampai ketemu besok, kak!"
Taman Indonesia Kaya Jl Menteri Supeno Semarang jadi tempat titik kumpul rute Radja Goela / foto : Anggun Puspita |
Pesan yang hangat, akrab
dan kekinian itu menjadi ciri khas Bersukaria dalam melayani para peserta tur. Esoknya
di Taman Indonesia Kaya tampak ramai juga padat, maklum hari Minggu dan
bersamaan dengan car free day. Banyak
warga Semarang yang beraktivitas di sana, sekadar jalan-jalan, jajan, atau
olahraga ringan. Saya sampai di lokasi pukul 07.45 dengan transportasi taksi
online. Turun di depan SMA 1 Semarang, kemudian saya menyeberang ke taman dan
mencari dimana rombongan Bersukaria berkumpul. Patokan saya adalah kipas
bergambar logo Bersukaria yang selalu diangkat keatas sebagai pemberitahuan
keberadaan rombongan di titik kumpul. Sudah ada beberapa orang yang datang
duduk berkumpul di tangga taman. Saya kemudian menemui dan menyapa Nadin.
Menelusuri Jejak Si Radja Goela
Oei Tiong Ham (1866-1924), Si Radja Goela dari Semarang / foto : Anggun Puspita |
Akhirnya setelah semua
berkumpul tur jalan kaki dimulai, storyteller
beratribut kaos seragam Bersukaria, sambil menggunakan pengeras suara membuka
perjalanan dengan menunjukkan buku berisi foto/gambar masa lalu yang dilaminasi.
Foto seorang lelaki berwajah oriental memakai jas hitam bergaya Eropa
ditunjukkan ke peserta.
"Rute kita hari
ini adalah Radja Goela. Adakah yang sudah tahu siapa gerangan? Kenapa harus ada
rute ini di Bersukaria Walking Tour?’’ tanya Nadin.
Kepada rombongan tur
Nadin mengenalkan siapa Si Radja Goela yang dimaksud. Ya, dia adalah Oei Tiong
Ham (1866-1924), orang terkaya Se-Asia Tenggara yang namanya tersohor di empat
benua yaitu Asia, Australia, Eropa dan Amerika pada tahun 1800-an. Dia anak
seorang pelarian pelaku pemberontakan Taiping, Oei Tjie Sien.
‘’Oei Tiong Ham lahir
sebagai anak orang kaya. Ya, namanya orang kaya mau apa pasti ada. Namun, tidak
sekadar kaya dan puas menjadi anak orang kaya, Oei Tiong Ham yang pandai, tekun
dan memiliki pengetahuan luas ini membangun bisnis di Kota Semarang, sehingga tidak
heran dari bisnisnya dia memiliki banyak aset,’’ tuturnya.
Kantor Gubernuran Provinsi Jawa Tengah yang dulu adalah halaman belakang Istana Oei Tiong Ham / foto : Anggun Puspita |
Dari Taman Indonesia
Kaya kami berjalan menuju Jalan Pahlawan dimana di sana berderet gedung pemerintahan
mulai Gedung Berlian DPRD Jawa Tengah, Kantor Gubernuran Provinsi Jawa Tengah,
hingga Gedung Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Berhenti disana, storyteller kembali bercerita tentang
Oei Tiong Ham. Ternyata, tempat yang kami telusuri dan singgahi itu merupakan
bagian istana dari Si Radja Goela.
Gambaran Istana Oei Tiong Ham dan Kantor Polda Jateng yang dulu adalah kebun binatang pribadi Si Radja Goela / foto : Anggun Puspita |
‘’Jalan Pahlawan ini
pada zaman Belanda dulunya bernama Oei Tiong Ham Weg. Sebab, area ini banyak
terdapat aset tanah milik Crazy Rich
Asian tersebut. Sebut saja, Gedung DPRD Jateng dan Kantor Gubernuran ini
dulunya halaman belakang istana Oei Tiong Ham, kampus Universitas Diponegoro di
Jalan Imam Bardjo juga dulu asetnya,’’ jelas Nadin.
Nah, Kantor Polda
Jateng ternyata dulunya juga bagian dari istana, yakni kebun binatang pribadi
sang taipan dari Tiongkok itu. Bahkan dari cerita storyteller, dia memiliki hewan kesayangan seekor kanguru. Lalu,
kalau biasanya bangun pagi karena ayam berkokok, sang konglomerat ini bangun
tidur karena auman harimau.
Gambaran Oei Tiong Ham Weg yang kini menjadi Jalan Pahlawan Semarang / foto : Anggun Puspita |
Dalam perjalanan
menelusuri jejak Si Radja Goela, dari Jalan Pahlawan menyambung ke Jalan
Veteran lalu ke Jalan Kyai Saleh, kami juga mendengar cerita-cerita lain di
kawasan yang kami lewati. Salah satunya cerita tentang Hotel Siranda yang dulu
merupakan hotel terlaris di Semarang, tapi kini mangkrak dan lebih terkenal
dengan cerita misterinya. Kemudian, kami juga mampir ke Rumah Abraham
Fletterman, pegawai Oei Tiong Ham pada masa itu di Jalan Kyai Saleh No 15 dan kini rumah itu telah diurus oleh Yayasan Mardi
Waluyo. Hingga akhirnya kami singgah di Kantor OJK Regional 3 Jawa Tengah yang
dulu merupakan istana tempat tinggal Oei Tiong Ham.
Sambil duduk dan
istirahat di serambi bangunan yang juga terkenal dengan sebutan Istana
Balekambang, Istana Gergaji, Kebon Rojo, Balai Prajurit atau Bernic Castle itu,
kami dibawa ke masa awal abad 20. Nadin menuturkan lebih banyak cerita dibandingkan
saat kami berjalan menyusuri median-median jalan. Kisah sang taipan mengalir dan
terus membuat saya geleng-geleng kepala karena takjub. Tidak sekadar cerita tentang
kerajaan bisnisnya yang fokus pada ekspor gula pasir dan pemegang hak monopoli
perdagangan candu (opium) dari pemerintah Belanda, namun kami juga mendengarkan
kisah cinta ‘Pria 200 Juta Gulden’ itu. Dari yang diketahui memiliki 8 istri
dan 42 anak, hingga kisah cinta sejati Oei Tiong Ham dengan seorang janda dari Raja
Madura bernama Kasinem. Perjalanan menembus ruang dan waktu masih berlanjut
dalam tur jalan kaki yang menempuh jarak 4 kilometer dan selama kurang lebih 3
jam itu. Sampai kami kembali lagi ke Taman Indonesia Kaya.
Istirahat, duduk-duduk di serambi istana sambil mendengarkan cerita tentang Crazy Rich Asian, Oei Tiong Ham / foto : Anggun Puspita |
Kemasan Menarik Tarik Wisatawan
Ratih (25), salah satu
peserta yang beberapa kali saya temui dalam tur jalan kaki di lain rute
mengungkapkan, dirinya tidak menyangka jika tempat atau jalan yang kerap
dilewati hari-hari ternyata menyimpan banyak kisah.
‘’Padahal, setiap hari
juga lewat jalan ini kok nggak ngeh
ya kalau tempat ini peninggalan orang terkaya di Semarang pada zamannya,’’
tutur warga Sampangan Semarang itu.
Sedangkan, Asti (28)
mengaku, gemar mengikuti tur jalan kaki karena ingin kenal lebih dekat tentang
peradaban dan kisah masa lampau Kota Semarang. Selain itu, juga ingin berburu foto di spot menarik saat perjalanan untuk mengisi halaman Instagram.
‘’Ikut tur jalan kaki ini lebih banyak kejutannya. Baik cerita ataupun spot unik buat foto, kayak rute Radja Goela ini, kapan lagi bisa foto di istana Oei Tiong Ham,’’ ungkapnya.
‘’Ikut tur jalan kaki ini lebih banyak kejutannya. Baik cerita ataupun spot unik buat foto, kayak rute Radja Goela ini, kapan lagi bisa foto di istana Oei Tiong Ham,’’ ungkapnya.
Wisata dengan konsep jalan-jalan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 3 – 7 kilometer menelusuri rute yang
ditawarkan Bersukaria ini menjadi rangkaian aktivitas belajar sejarah yang
menyenangkan untuk segala usia mulai anak hingga orang tua, terutama kalangan milenial usia 20-35 tahun. Peminatnya terus bertambah sejak digelar September 2016 hingga sekarang.
‘’Alhamdulillah, pertumbuhan peserta dalam kurun waktu tiga tahun ini sangat positif, bahkan melonjak
drastis. Peningkatannya bisa mencapai 400 persen, dari 561 orang di tahun 2017 menjadi 2.365 orang di tahun 2018, dengan
total walking tour sebanyak 57 tur pada tahun 2017 menjadi 208
tur pada tahun 2018,’’ kata pendiri Bersukaria, Fauzan Kautsar.
Tercatat sudah ada 14 negara selain Indonesia yang berpartisipasi mengikuti rangkaian tur bersama Bersukaria, yaitu Malaysia, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Sri Lanka, Belanda, Jerman, Norwegia, Rwanda, Swedia, Inggris, Suriname, Amerika Serikat, dan Australia. Mereka mengikuti baik regular walking tour ataupun private walking tour.
Fauzan menuturkan, tur jalan kaki Bersukaria kini menjadi alternatif kegiatan wisata dan hiburan baru yang diminati warga lokal dan wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang.
''Kalau dibilang ini konsep wisata baru memang iya, karena kami menggabungkan wisata jalan-jalan yang selalu dianggap menyenangkan dan aktivitas jalan kaki yang konotasinya selalu bikin capek dan panas. Namun, sebenarnya melalui wisata ini kami ingin orang kita (dalam negeri) atau luar negeri makin dekat dengan budaya Indonesia,’’ jelasnya.
Suvenir stiker dari Bersukaria yang dibagikan seusai tur jalan kaki / foto : Anggun Puspita |
Selama mengikuti tur
jalan kaki yang dibuat Bersukaria ini saya selalu mendapatkan pengalaman
berbeda pada setiap rute. Ada tujuh rute yang sudah pernah saya ikuti di
antaranya Kauman, Kota Lama, Pecinan, Kampung Kota, Simpang Lima, Suka Jajan,
dan Radja Goela. Tiap kali tur soal biaya tidak menjadi beban, sekalipun itu
tanggal tua. Sebab, tur jalan kaki ini mengenakan sistem pay as you
want alias bayar suka-suka. Kegiatan ini tentu makin menarik karena
dikemas dengan segala rupa yang membuat orang penasaran untuk menjajalnya. Satu
cara yang membuat ketagihan dari tur ini adalah pemberian stiker bergambar landmark rute yang diikuti di akhir
perjalanan setelah kami mengisi survei sebagai feed back ke Bersukaria.
Tentunya, konsep wisata
dengan berjalan kaki ini tidak hanya menarik bagi yang pernah menjajal dimana mereka bisa dekat dengan warga lokal dan turut menjaga peninggalan sejarah atau alam, tapi
juga membawa keuntungan bagi pemerintah daerah dan stakeholder di bidang
pariwisata. Sebab, antusias peserta khususnya dari luar kota atau luar negeri
akan menyumbang pertumbuhan kunjungan wisatawan bagi Kota Semarang. Selain itu, wisata jalan kaki ini dapat membantu dalam pengembangan destinasi wisata itu sendiri.
Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Semarang mencatat jumlah kunjungan wisatawan sampai dengan
triwulan kedua tahun 2019 ini sudah mencapai 3,7 juta wisatawan dari target
kunjungan 5,7 juta.
‘’Awal tahun 2019 kami
menargetkan jumlah kunjungan wisatawan bisa mencapai 5,7 juta wisatawan baik
domestik ataupun mancanegara. Namun, baru triwulan kedua atau semester satu
sudah mencapai 3,7 juta wisatawan. Maka, dari realisasi ini kami tingkatkan
targetnya menjadi 7,2 juta wisatawan hingga akhir tahun,’’ tutur Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari saat ditemui acara Semarang
Night Carnival 2019 beberapa waktu lalu.
Peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan tersebut karena Kota Semarang terus berbenah, khususnya
dalam bidang pariwisata. Seperti membenahi objek/destinasi wisata yang ada,
lalu menyelenggarakan berbagai event yang menarik wisatawan untuk datang ke
Kota ATLAS ini. Selain itu untuk menarik wisatawan milenial, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata berupaya menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan segmen tersebut.
‘’Apalagi sekarang
memasuki revolusi industry 4.0, maka kita harus menyesuaikan dengan kondisi
itu. Untuk wisata, kami garap mulai pengemasan konsep, pelayanan, hingga
pemasaran/promosi. Tentunya, kami juga manfaatkan media digital untuk menyambut kunjungan disamping media
yang sudah ada sebelumnya,’’ katanya.