Anak-anak Desa Arborek Kabupaten Raja Ampat Papua Barat menyambut tamu atau wisatawan yang datang di dermaga kampungnya. |
Kami ini
anak laut
Hidup
dari laut yang indah
Semua
yang di laut milik bersama
Mari kita
jaga kelestarian…
SEPENGGAL lagu berjudul ‘’Anak Laut” itu dinyanyikan anak-anak dari Desa Sawinggrai
Kabupaten Raja Ampat Papua Barat setiap kali menyambut tamu yang datang di
sana. Mereka selalu berlarian ketika ada kapal yang sandar di dermaga
perkampungan di tepi pantai Pulau Gam itu.
Tidak ada
beban dari wajah-wajah polos anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar
(SD) tersebut. Ya, mereka memang seperti anak-anak pada umumnya yang aktif bermain
dan berlari sesuka hati, bahkan sampai melupakan alas kaki. Namun, ada yang
membedakan generasi dari Timur Indonesia itu dengan anak-anak kekinian.
Wajah polos dan penuh kebahagiaan anak-anak Desa Sawinggrai Kabupaten Raja Ampat Papua Barat |
Anak-anak
dari Desa Sawinggrai itu tidak mengenal gawai atau piranti teknologi yang
paling mutakhir saat ini atau kerap disebut gadget
itu. Saat banyak orang berkunjung mereka lebih memilih berinteraksi dengan ikut
berfoto, tersenyum tulus, bernyanyi menghibur tamu atau sekadar meminta permen.
Kondisi itu sangat terlihat berbeda dengan kehidupan kebanyakan anak-anak
modern perkotaan dewasa ini yang tampak acuh dengan sekitar, suka menunduk menatap
layar digital, dan sibuk memainkan jari-jarinya di gawai miliknya.
Wajah polos dan penuh kebahagiaan anak-anak Desa Sawinggrai Kabupaten Raja Ampat Papua Barat |
Seketika
saya pun bertanya pada salah satu bocah. ‘’Kalau dengan teman-teman biasanya
main apa?’’. Gadis cilik bernama Dalphia (7) itu pun menjawab, ‘’Main kelereng,
gasing, dan karet’’. Kembali saya bertanya, ‘’Kenapa tidak main handphone atau tablet?’’. Sambil menyenggol teman di sebelahnya, Dalphia berbisik,
‘’Apa itu handphone dan tablet?’’ dan teman gadis yang duduk di
kelas 2 SD itu menjawab dengan menggelengkan kepalanya. Dalphia dan
teman-temannya tidak tahu alat canggih yang bisa untuk bermain games di dunia maya dan memutar lagu
atau video itu.
Begitupun
dengan anak-anak di Kepulauan Raja Ampat lain tepatnya di Desa Arborek. Di
pemukiman warga di Pulau Arborek itu juga terdapat banyak generasi penerus
negeri ini. Namun, masa kanak-kanak mereka dapat dikatakan lebih indah karena
belum mengenal gawai yang memiliki sisi atau pengaruh buruk bagi perkembangan
karakternya.
Senyum ramah anak-anak Desa Arborek membuat tamu yang datang di kampung tersebut betah dan enggan pulang. |
Bastian
(11) mengaku, lebih suka berenang di pantai atau ikut memancing bersama sang
ayah di laut. ‘’Kami suka bermain pasir atau berenang bersama ikan di pantai
atau pergi ke laut untuk memancing,’’ tutur siswa kelas 5 SD itu.
Alasan
yang sama juga dituturkan Esther (8), bahwa dirinya lebih suka menggambar di
pasir, bermain di halaman rumah, atau membuat kerajinan dari kerang bersama
kawan-kawannya untuk kemudian dijual kepada wisatawan yang berkunjung di
desanya. Hasil jualan hiasan kerang seharga Rp 5.000-Rp 20.000 itu kemudian di
tabung.
Hiasan dari kerang hasil karya anak-anak Desa Arborek
Kabupaten Raja Ampat Papua Barat.
|
Alam dan
lingkungan dari dua desa di Kepulauan Raja Ampat yang bisa ditempuh dalam waktu
1-2 jam dari Ibu Kota Waisai itu menjadi faktor penting bagi pertumbuhan anak-anak
untuk menikmati masa kecilnya secara alami dan melewatkan gawai dalam
kehidupannya. Ya, meskipun mereka jauh dari kehidupan dunia modern, atau bahkan
kesulitan akses pendidikan. Akan tetapi, pantai yang bening dan perairan laut
di Sawinggrai dan Arborek memanjakan anak-anak. Mereka tidak pernah khawatir
jika tidak ada sinyal telepon selular atau wi-fi.
Saat bosan mereka tinggal berlari ke akurarium pribadi yang penuh dengan ikan
warna-warni dan terumbu karang yang cantik untuk berenang.
Peraturan Desa Arborek Kabupaten Raja Ampat Papua Barat yang harus ditaati oleh warga dan tamu yang berkunjung di sana |
Selain
itu, hal yang mendukung kebahagiaan masa kanak-kanak mereka adalah lingkungan
Arborek dan Sawinggrai merupakan desa yang menjunjung tinggi konservasi secara
adat. Mereka memiliki aturan bagaimana menjaga dan melestarikan lingkungan.
Sehingga, hal itu juga sangat tertanam pada anak-anak sejak dini untuk lebih
mencintai alam dan lingkungannya. Anak-anak secara alamiah mendapatkan
pendidikan cinta lingkungan dengan menjaga kekayaan alam yang dimiliki tempat
tinggalnya itu. Mereka sadar daerah mana yang boleh dan tidak boleh untuk
berenang atau memancing. Mereka tahu bahwa harus menjaga kebersihan dengan
tidak membuang sampah sembarangan.
Anak-anak bermain pasir di halaman rumah mereka di Desa Arborek Kabupaten Raja Ampat Papua Barat. |
Adapun,
karakter baik yang tertanam dan tampak pada anak-anak dari dua desa tersebut,
mereka lebih ramah pada siapapun yang datang sehingga wisatawan atau tamu
menjadi betah singgah di sana.
Selain bermain di alam anak-anak Desa Arborek juga suka bernyanyi |
Nasib
beruntung anak-anak Kepulauan Raja Ampat di Desa Sawinggrai dan Arborek yang
menikmati masa kecil dengan indah tanpa dieksploitasi gawai canggih seharusnya
juga dapat dirasakan oleh anak-anak yang tinggal di kota metropolitan. Walaupun
hidup di perkotaan yang mungkin jauh dari alam, akan tetapi masih banyak cara
untuk memberikan kebahagiaan pada mereka tanpa harus menjadi manusia gawai.
Lingkungan dan perairan di dekat Desa Arborek |
Psikolog
Anak, Lita Widyo Hastuti SPsi MSi menuturkan, ada banyak cara untuk menikmati
hari tanpa gawai bagi anak-anak. Dibutuhkan peran orang dewasa baik orang tua
atau guru untuk mengontrol keberadaan piranti tersebut agar jangan sampai menguasai
anak.
‘’Gawai
yang merupakan wujud kecanggihan teknologi itu bisa menjadi pisau bermata dua.
Satu sisi bisa menguntungkan, tetapi di sisi lain dapat merugikan,’’ ungkapnya.
Menurut
dosen psikologi perkembangan Unika Soegijapranata Semarang, gawai bisa menjadi
jendela informasi yang dapat mengasah banyak hal seperti, mengatur strategi,
pencapaian, hingga motivasi berprestasi. Namun dari sisi negatif, gawai juga
bisa membuat kognisi sosial anak menjadi tidak berkembang, sehingga mereka menjadi
kurang peka dengan lingkungan sekitar.
‘’Jika
sebagai sarana boleh saja, tapi jangan sampai menghambat anak dalam bergaul dan
tidak memiliki kepekaan sosial,’’ tuturnya.
Senyum hangat gadis Desa Sawinggrai |
Sehingga orang tua adalah kunci yang dapat
membatasi dan mengontrol penggunaan gawai pada anak. ‘’Kalau di usia tiga tahun
sudah diberi, bisa-bisa gawai dapat menjadi ‘pengasuh’ mereka dan ini
berbahaya,’’ ujarnya.
Lita
menuturkan, pada dasarnya jika gawai hanya sekadar dikenalkan pada balita dan
anak-anak boleh saja, tapi jangan sampai dijadikan prioritas. Sebab, masih
banyak hal-hal yang lebih riil untuk mengasah motorik balita seperti, berlatih
menyusun kata, mengenal warna, dan lainnya. ‘’Sehingga kalau dari kecil sudah
dicekoki gawai yang ditakutkan mereka akan melewatkan dunia yang lebih riil. Jadi,
jangan sampai orang tua malah berbangga dengan sesuatu yang berisiko, misalnya
kalau anaknya lihai bermain gawai ikut senang,’’ katanya.
Lingkungan Desa Sawinggrai |
Masih
banyak efek negatif dari pemakaian gawai pada anak, meskipun alat tersebut juga
membawa sesuatu yang positif. Selain, anak menjadi tidak berkembang kognisi
sosialnya, fenomena penggunaan gawai ini dapat berakibat anak tidak bisa
menyusun kalimat dengan benar. ‘’Hal tersebut dewasa ini kerap ditemui dalam
setiap ujian akademik, anak menjawab dengan bahasa yang singkat seperti menulis
SMS ataupun obrolan melalui gawai,’’ ungkap Lita.
Adapun
fenomena gawai mengakibatkan minat baca menjadi minim/rendah, ketrampilan
merespon pembicaraan dan berkomunikasi pun kurang, serta interaksi sosial
menjadi hilang.
Sehingga
bagi orang tua, masih banyak mainan untuk anak yang lebih menarik daripada
gawai. Apalagi, karena anak mempunyai sifat meniru terhadap orang dewasa, maka
tidak ada salahnya cara itu dimanfaatkan oleh orang tua untuk turut bermain
bersama mereka dengan mainan yang lebih menarik daripada gawai.
Warga dan anak-anak Desa Sawinggrai Kabupaten Raja Ampat Papua Barat melepas wisatawan yang selesai berkunjung di kampung tersebut. |
Tulisan ini dimuat di media online suaramerdeka.com
http://berita.suaramerdeka.com/generasi-yang-terselamatkan-dari-gawai/